Saya mulai mengajar kelas akting tahun 2012, ketika saat itu dimintai tolong oleh Ekspresi Artist Management Jogja untuk memberikan wawasan tentang keaktoran pada para pemain baru yang bergabung di manajemen tersebut. Dan saya biasanya bisa mengajar 1-2 angkatan dalam setahun dengan lama pendidikan 3 bulan (24 kali pertemuan).
youtu.be/ZzfoikxVzno Seiring berjalannya waktu, saya rasakan bahwa dengan mengajar di kelas akting, saya justru menjadi banyak belajar. Setiap angkatan punya karakter masing-masing. Ada angkatan yang alusan, ada yang cukup rebel juga. Saya belajar cara memanage kelas, mengatur silabus, menentukan metode, dan tentu saja mengupgrade pengetahuan saya tentang keaktoran. youtu.be/U3hPPOMU9c8 Selain di ekspresi artist management, saya juga mengajar di Ilham Modelling School Jogja, dan kelas akting anak di Jogja Creative Community. Paling seru adalah ketika mendampingi kelas saat ujian akhir, yang bisa berupa film maupun pementasan panggung. youtu.be/fxImUTC4Vt0 youtu.be/2KlgNFzn0NU Mari mengajar sambil belajar.... Tamansari, 26 Februari 2020
0 Comments
Pesta Akting Online ini saya buat dalam rangka memberi wadah kepada teman-teman yang tertarik dengan dunia akting. Sebagai sebuah sarana ekspresi positif. Dan semoga suatu saat bisa berbuah positif pula. Tidak ada yang kalah atau menang, karena konsepnya adalah festive atau pesta. Bagaimanakah caranya? Silakan subscribe channel saya di youtube: https://www.youtube.com/user/triyantogenthong Dan silakan simak penjelasan saya melalui video ini: Entah siapa yang memulai, yang jelas tren film layar lebar sekarang dipenuhi dengan film epik/sejarah. Sejak dahulu film sejarah menempati kelasnya sendiri, penonton yang lebih segmented, dan kritik yang lebih fokus dan spesifik. Film sebagai media komunikasi selayaknya menjadi karya atau produk (dlm konteks industri) yang komprehensif. Seluruh elemen di dalamnya adalah hasil kalkulasi dan kolaborasi teknis dan estetik.
Spesifik lagi dalam film sejarah atau biopic, sebaiknya dalam metode riset dan eksekusinya menggunakan pendekatan dokumenter yang mengutamakan validasi data, bahkan hingga detail ‘keseharian filmnya’. Memang faktor subyektivitas kreator menjadi poin penting saat film sejarah mengambil sudut pandangnya. Namun juga jangan lupa bahwa ‘sejarah itu abadi’. Sejarah itu setua umur manusia, bahkan jauh lebih tua. Sejarah tercipta karena ada ‘saat ini’ yang mempunyai dinamikanya sendiri. ‘Saat ini’ inilah yang kadang mendistorsi kepentingan kesahihan sejarah, kecuali jika memang tak ada data yang detail dan terdokumentasi, disinilah wilayah imajinasi filmmaker boleh bermain. Suatu saat film-film sejarah ini akan menjadi artefak dan masuk ke dalam museum-museum audio visual semacam sinematek yang akhirnya akan menjadi bagian dari sejarah. Film sejarah akan menciptakan alurnya sendiri dalam sejarah proses penciptaan. Menjadi bagian dari konstelasi besar perkembangan kebudayaan manusia. Film sejarah akan menjadi reka ulang peristiwa nyata di masa lalu, tinggal bagaimana kita memihak apakah pada detail dan alur sejarah yang senyatanya atau ada kepentingan dramatik demi tren yang diinginkan penonton? Dan apakah film sejarah akan membuat sejarahnya sendiri atau menduplikasi peristiwa masa lalu? Lalu apa yang ingin ditinggalkan oleh filmmaker film sejarah? Kejelasan tentang peristiwa yang diangkatnya atau ingin menciptakan sejarah baru? Atau mungkin filmmaker akan menciptakan sejarah box office? Deretan angka-angka yang menjadi ukuran keberhasilan film? Apa yang akan ditinggalkan film sejarah untuk sejarah film? Tamansari 4 Juni 2013 Mengamati 2 orang di foto ini. Jelaslah bahwa foto ini dibuat di masa lampau. Kita perhatikan dari ujung kepala sampai kaki. Kita pelajari bagaimana cara berpakaiannya, disetlika atau tidak? Cara mereka berdiri. Tipikal wajah orang2 saat itu dan ekspresi mereka saat dipotret seperti apa. Dari hal2 sederhana ini kita belajar etnografi, salah satu cabang ilmu yg menjadi dasar film sejarah. Taatlah pada hal2 dan data2 kecil agar kita bisa membuat film sejarah yang besar. Sebaiknya tidak melulu mengandalkan tafsir...Ada pepatah utk para filmmaker sejarah "Kejarlah data hingga ke Leiden sana' 😀 . Jangan sampai membuat film sejarah yg berharap penonton berpikir 'wah' tapi yg terjadi justru penonton berteriak 'woh'.....
Proses peletakan dan penempatan elemen-elemen yang mendukung sebuah scene/shot. Setiap elemen yang masuk ke dalam frame mempunyai alasan-alasan yang kuat. Membangun pondasi sebuah shot tak hanya dibutuhkan angle yang tepat, namun lebih dari itu. Bagaimana sebuah scene dan shot dibangun dengan motivasi tertentu. Tak hanya sekedar supaya terlihat cantik. Hal2 ini sudah saya terapkan dalam beberapa film yang saya produksi. Apakah penonton menyadarinya? Entahlah. Yang penting kami bisa belajar tentang detail dan motivasi. Silakan simak analisa scene berikut ini. Analisa pada film American Beauty
www.youtube.com/watch?v=GQFszMu0Q_s Banyak teman yang heboh dengan cast film Bumi Manusia. Ada yang pro, kontra, wait and see. Saya sendiri sih wait and see saja. Seperti film Sultan Agung, saya juga wait and see. Dan ketika filmnya jadipun saya juga tidak akan menulis kritik apapun. Karena bagi saya film karya orang lain adalah sarana terbaik untuk belajar. Yang baik diambil, yang buruk dibuang. Lebih baik berdiskusi secara personal daripada mengumbarnya di medsos. Karena film adalah masalah personal: sudut pandang dan kekayaan pengalaman spiritual/hidup pembuatnya. Fase berapi-api saya sudah lewat. Ya mungkin karena faktor usia. Yang jelas, setiap film pasti ada sisi baik dan buruknya. Karena film sendiri adalah representasi kehidupan. Kehidupan di filmnya, maupun kehidupan orang2 di balik layarnya. Namun saya juga punya pesan untuk para filmmaker: jangan alergi pada kritik dan saran, karena dari merekalah kalian bisa bertumbuh dan dewasa. Ambillah inti dari kritikan2 itu, walau kadang cara penyampaiannya kurang mengenakkan. Percayalah, kita cinta film Indonesia. Tontonlah film2 kalian yang pernah dibuat, kritiklah sendiri. Bukan hanya mengkritisi hasilnya, tapi prosesnya juga. Bagaimanapun otokritik akan membangun kedewasaan kreativitas dan sense of crisis terhadap karya2 selanjutnya.
Mari membumikan film, dan memfilmkan bumi Indonesia, agar kita menjadi manusia Indonesia seutuhnya. Notes: Ini adalah sudut pandang personal saya. Ini adalah salah satu profesi yang kurang diminati oleh kalangan seniman film. Pekerjaannya hanya duduk dan membolak-balik footage kesana-kemari, potong sana dan sini. Jarang kena matahari, apalagi ketemu artis-artis cantik di lokasi syuting. Tapi tahukah bahwa editor film memegang peranan penting dalam hasil akhir sebuah film? Apa yang akan saya tuliskan di artikel ini hanyalah berdasarkan pengalaman pribadi saja, yang kebetulan sudah pernah dan masih (kadang-kadang) menjadi editor film sejak tahun 1995.
Dalam sebuah proses pembuatan film sutradara memegang peranan penting. Selain sebagai head of creative department, sutradara juga menjadi leader dalam organisasi. Semua elemen kepemimpinan sebaiknya dikuasai, mulai dari fungsi memimpin, koordinasi, hingga fungsi kontrol dan evaluasi. Sutradara seperti mempunyai dua sisi yang harus berjalan beriringan.
|
Dari PenulisSelamat datang di blog pribadi saya. Apa yang saya tuliskan ini adalah apa yang saya pikir, rasakan, dan telaah. Semoga perjumpaan gagasan saya dan pikiran anda bisa berbuah di masa yang akan datang. Selamat membaca. Arsip
February 2020
Kategori |